Gunadarma

Uug

Minggu, 22 Mei 2016

Saat HARAPAN tidak sesuai dengan KENYATAAN


Kehidupan selalu mengalir seperti sungai diantara 2 tepian. Alirannya mengalir begitu deras melewati bebatuan terjal dan air terjun yang bergelora. Lalu sang sungai perlahan- lahan melebar dan meluas, hingga tepiannya semakin menjauh serta air yang mengalir lebih tenang dan akhirnya menuju ke lautan yang luas.
Itulah perjalanan hidup kita. Rangkaian kegagalan dan kesuksesan, penderitaan dan kebahagiaan. Semuanya selalu mengalir beriringan dan merupakan rangkaian peristiwa dalam setiap episode kehidupan yang terus mengalir, sampai akhirnya bertemu dengan muara kehidupan (menghadap Allah swt).
Dalam menempuh perjalanan hidup, manusia tidak akan pernah luput dari kemenangan dan kekalahan. Kebahagiaan dan kesedihan. Semuanya silih berganti bagaikan roda kehidupan yang selalu berputar, kadang berada di atas dan kadang di bawah. Namun jika kita menjalani hidup ini dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan penuh rasa syukur, maka kita tidak akan pernah mengalami SAAT DI BAWAH, karena kita akan tetap merasa senang dan nyaman dimanapun posisi kita berada.
Jalanilah hidup ini seperti air yang terus mengalir melewati bebatuan yang terjal dan mengarungi air terjun yang bergelora. Tidak selamanya kemenangan itu indah dan tidak selamanya pula kekalahan itu menyedihkan. Saat kita menang, namun kemenangan itu justru membawa kita pada kesombongan. Maka sesungguhnya kita berada dalam KEKALAHAN YANG LUAR BIASA. Begitu pula sebaliknya, saat kita sedang kalah namun kita mempunyai semangat yang tinggi untuk bangkit, maka pada saat itu pula kita telah menjadi PEMENANG YANG SEBENARNYA.
Banyak hal yang kelihatan begitu indah dan semuanya telah kita rencanakan. Namun kadang rencana itu sama sekali tidak ada yang terwujud. “Saat HARAPAN tidak sesuai dengan KENYATAAN”. Karena Allah tahu, bahwa itu bukanlah yang terbaik untuk kita, kemudian Ia mengganti rencana kita dengan rencanaNya yang jauh lebih sempurna. Allah pun berfirman: Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al Baqarah 216).
Kita pun akan tersenyum dan menyadari, bahwa ternyata kegagalan dan kesalahan yang pernah kita lakukan pada masa lalu menjadi mutiara pelajaran yang sangat berharga sebagai bekal dalam mengarungi masa depan. Adanya kegagalan dan cobaan yang menghadang bukan untuk membuat kita berpaling dariNya. Namun untuk lebih mendekatkan diri kita kepadaNya. Karena Allah rindu dengan doa orang- orang yang beriman. Rosulullah pun bersabda: Apabila Allah menyenangi hamba maka dia diuji agar Allah mendengar permohonannya (kerendahan dirinya). (HR. Al-Baihaqi).
Adanya rasa khawatir dan cemas bukan untuk membuat kita menjadi orang- orang yang penakut dan mudah menyerah, tapi untuk membuat kita menjadi orang- orang yang selalu SIAP dan WASPADA dengan perbuatan yang akan kita lakukan. Hidup adalah anugrah terindah. Sungguh begitu banyak waktu yang terbuang apabila kita hanya mengeluh, bersedih, dan larut dalam keterpurukan. “After a storm comes a calm”. Badai pastilah berlalu, Yakinlah bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan atau jalan keluar yang begitu dekat. Allah pun berfirman: “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. An Nasyr: 6).
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang- orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang- orang yang beriman”. (Q.S Ali Imran: 139). “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Q.S Yusuf: 87)
Oleh sebab itu, apapun yang terjadi kita harus yakin bahwa itu hanyalah salah satu sisi dari kehidupan. Dengan diimbangi sikap untuk selalu BERBENAH DIRI dan senantiasa BERUSAHA serta BERDOA, maka kita pasti akan mendapatkan yang terbaik. Segala sesuatu itu ada masanya. Ada saat dimana kita harus berusaha keras untuk ‘menanam’, dan akan tiba pula saat bagi kita untuk ‘memetik’ jerih payah yang telah kita lakukan.
Marilah kita terus berbenah dan berbenah untuk mempersembahkan apa yang TERBAIK dalam hidup ini. Dengan kemuliaan hati dan semangat pantang menyerah, dimanapun, kapanpun, dan dengan siapapun. Selama Allah tetap menjadi “JUST THE ONE GOAL”, maka kita pasti akan selalu berada dalam ketenangan dan kebahagiaan. Seperti doa yang sering kita panjatkan, “Bahagia Dunia Akhirat”.
Lantas, Bagaimana dengan Anda..? Masihkah Anda meratapi setiap cobaan yang Allah berikan..? Dan sudahkah Anda bangkit dari keterpurukan setelah Anda gagal melakukan Apa yang terbaik dalam hidup ini.? “Hai orang- orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang- orang yang sabar”. (Q.S Al Baqarah: 153). "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakal (Q.S At Taubah: 129).

Sumber:http://miftakhurriza.blogspot.co.id/2010/02/saat-harapan-tidak-sesuai-dengan.html



Minggu, 15 Mei 2016

Menunggu yang tak pasti...

Semua orang pernah menunggu, entah itu menunggu bis, menunggu pengumuman SBMPTN, menunggu dosen, menunggu kuliah usai, menunggu terbitnya matahari, menunggu kelahiran, menunggu buka puasa, menunggu kekasih pulang, atau bahkan menunggu sms. Banyak hal yang menyebabkan seseorang merelakan waktunya untuk kegiatan menunggu ini. Ada semacam sensasi tersendiri saat yang ditunggu-tunggu menampakkan wujudnya. Efek yang langsung terlihat biasanya senyum mulai merekah, pipi memerah, dan mata berbinar. Namun, ketiga efek ini tidak akan terlihat bila yang ditunggu adalah orang-orang dengan tipe penghutang, pemarah, dan pembual. Capek deh klo harus nunggu orang-orang kaya gitu...!?!?
Menunggu itu butuh waktu. Itu jelas. Selain itu, menunggu juga butuh energi. Minimal kita butuh makanan dengan kadar kolesterol yang rendah agar kita tidak bercaci maki ria karena habis kesabaran. Ini adalah beberapa akibat bila kita terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak :“Capek banget deh, mana hujan, becek, nggak ada ojek!!!” (Cinta Laura yang lagi nunggu supirnya), “Dasar lelaki...titttt...titt...tiiitt..!!!” (disensor karena bahasa yang digunakan terlalu puitis), “Seberapa pantasnya kau untuk kutunggu...!!” (sheila on 7), “Dasar pengusaha jam karet!!” (seorang Ibu yang sedang menunggu dijemput suaminya di Pasar), “Kok nggak dibales-bales, apa mungkin dia udah nggak sayang ma aku ya?!” (negative thinker), “Kayanya dosennya sakit deh!?” (penulis).
Semua kata-kata itu muncul hanya karena satu aktivitas, yaitu menunggu. Begitu membosankannya bila kita tidak dapat memanfaatkan momen yang ada dengan baik. Tidak sedikit diantara kita yang bukan merupakan penunggu yang baik. Seorang teman pernah berujar kepadaku tentang aktivitas menunggu ini. Banyak kalimat yang dia ucapkan, tetapi yang aku ingat adalah satu pertanyaan ini :
“Untuk apa kamu menunggu sesuatu yang tidak pasti?”
Seketika itu juga aku terperanjat. Kaget dan bingung menjadi satu adonan dalam kepalaku. Ingin aku katakan sesuatu padanya, tapi lidah ini kelu. Saat itu, aku hanya ingin menikmati kegiatan menungguku. Itu saja. Tidak lebih dan tidak kurang.
Aku menikmati saat-saat itu. Rasanya seperti sedang bermain dengan sayap-sayap takdir. Bergelantungan di bawah dahan-dahan nasib. Semuanya tampak sempurna. Tidak tahu kapan berakhirnya, tapi aku sangat bahagia. Aku lebih senang menunggu sesuatu yang tidak pasti, dibanding menunggu sesuatu yang pasti akan terjadi. Untuk apa menunggu sesuatu yang pasti terjadi? Apakah tidak membuang energi dan waktu? Bagiku, sesuatu itu pantas ditunggu karena ketidakpastian akan kehadirannya. Semakin banyak ketidakpastian, maka akan semakin mungkin (Mario Teguh). Jangan menunggu terbitnya matahari, tetapi bersiaplah dengan apa yang akan kita lakukan saat dia terbit.
Enjoy your day!!!!


Sumber:http://cheminlove.blogspot.co.id/2009/03/menunggu-yang-tak-pasti.html

Minggu, 08 Mei 2016

With great power comes great responsibility

Entah mengapa tiba-tiba hati saya tergerak memilih satu dari beberapa koleksi piringan DVD dengan judul Spiderman, lalu juga tergerak untuk memutarnya. Film yang berkisah tentang seorang Super Hero yang menghadapi dilema antara tugas kemanusiaan, kata hati dan resiko kehidupan itu menemani akhir pekanku.
Film ini berkisah tentang dilema kata hati yang diwarnai dengan prinsip yang diajarkan pamannya (Ben)- with great power comes great responsibility- dalam kekuatan yang besar terkandung tanggung jawab yang besar - Peter Parker menjalankan tugasnya sebagai Spiderman.
Tapi ternyata menjadi Spiderman adalah beban yang berat dan melelahkan buat Peter. Waktunya habis untuk menyelamatkan orang. Hidupnya sendiri berantakan. Ia dipecat dari pekerjaannya. Keluarganya terbengkalai. Dan puncaknya adalah ketika ia mengecewakan wanita yang sangat dicintainya. Peter merasa sangat bingung, sedih. Ia terombang-ambing antara terus menjalani hidup sebagai Spiderman atau meninggalkannya.
Ia tidak bisa membiarkan kejahatan terjadi di depan matanya.
Ia seperti menyesal menjadi Spiderman. Kekuatan besar yang dikaruniakan kepadanya justru membuat hidupnya drastis berubah. Mengapa aku yang harus menjadi Spiderman? Mengapa aku yang harus menanggung beban ini? Mengapa aku tidak bisa menjalani kehidupan yang biasa saja? Mengapa aku tidak bisa menjalani kehidupan yang kuinginkan? Mengejar keinginanku, cita-citaku, mimpiku, cintaku? Mengapa aku yang harus menjadi Spiderman?
Dalam pergulatan batin itu, akhirnya Peter memutuskan: Aku ingin berhenti dan tidak lagi menjadi Spiderman. Peter membuang kostum Spiderman-nya. Memilih acuh pada sekitarnya.
Pertarungan antara rasa tanggung jawab dan kelelahan berkecamuk dalam hatinya. Spiderman juga harus belajar dari pengalaman pahit saat dikecewakan managernya. Ketika itu ia mengikuti sebuah pertarungan berhadiah 3.000 dolar bila bisa bertahan di ring menghadapi jawara selama 3 menit. Namun ia hanya dibayar 100 dolar karena kata si manager Peter sudah mengalahkan sang jawara dalam 2 menit bukan 3 menit seperti yang diiklankan. Saat Peter menuntut haknya justru manager tidak peduli.
Apa yang terjadi? Si manager setelah itu malah dirampok oleh orang berpistol. Peter membiarkan perampok turun dengan lift dan bersikap acuh ke si manager yang telah mengabaikan haknya tadi. Ternyata ..... ! si perampok menembak Paman Ben dan merampas mobilnya. Beruntung Peter masih sempat melihat pamannya itu terbaring di trotoar dan beberapa kali Paman Ben hanya bisa menyebutkan nama Peter sambil menggenggam tangan sang buah hati tercinta.
Jika saja Spiderman menolong managernya, mungkin saja pamannya tidak tertembak. Sejak saat itu jiwa kepahlawanannya kembali muncul. Ia menyadari rasa acuhnya pada sekitar ternyata berpengaruh pada dirinya.
Sama seperti Spiderman, kita adalah orang-orang yang mendapatkan karunia. Tetapi semua karunia itu sebenarnya harus dilihat sebagai sesuatu yang juga mengandung tanggung jawab yang besar di dalamnya, tidak boleh sekedar sebagai sesuatu untuk menyenangkan diri sendiri. Ketika kita dipilih Allah, menjadi "khalifah fil Ard" itu bukanlah sekedar sebuah keistimewaan. Namun disana ada tugas kepahlawanan yang harus terus diemban.
Di tengah-tengah orang-orang yang menjalani kehidupan sesukanya, kita harus membentuk diri kita menjadi pribadi yang berintegritas. Ketika orang-orang bisa melakukan apa yang mereka inginkan, kita harus belajar melakukan hal-hal yang tidak mudah, sangat sulit bahkan menyita hampir seluruh waktu kita. Ketika orang bisa dengan mudah memikirkan dirinya sendiri ia harus memikirkan kepentingan umum. Melakukan kegiatan sosial. Merasa terpanggil untuk menjadi bagian dalam perbaikan kehidupan kemanusiaan. Bedanya, Spiderman dielu-elukan sebagai sosok pahlawan, kehadirannya begitu ditunggu. Meskipun publik tak pernah tau bahwa Spiderman itu adalah Peter.
Namun kita juga mengalami kegundahan yang sama seperti Spiderman. Mengalami guncangan realitas yang begitu berat untuk dirasakan. Karena semakin besar kekuatan kita, diiringi tanggung jawab yang muncul yang tak kalah beratnya. Seperti nasihat paman Spiderman "with great power comes great responsibility", dalam kekuatan yang besar terkandung tanggung jawab yang besar pula.
Saat Spiderman memiliki kekuatan hebat, ia semakin lelah dan kehidupannya menjadi semakin berat. Kebutuhan pribadinya sangat terbengkalai. Hidupnya habis untuk orang lain. Sampai akhirnya, ia tidak tahan. Ia memilih acuh tak acuh dengan sekelilingnya. Untung saja bibinya terus menguatkan dirinya. "Pengorbanan memang diperlukan, aku rela". Peter Parker Kembali Menjadi Spiderman.
Namun kata hati kita sering kali kalah dengan realitas. Hati yang tegar terpaksa luluh dihempas bertubi-tubi masalah. Akhirnya ia tak sehebat Spiderman dalam melewati guncangan rasa tersebut. Tak seperti Spiderman yang mampu mengalahkan dominasi fikiran ketika ia ingin melakukan apa yang ia inginkan. Ketika Ia ingin bisa menjalani hidupnya dengan baik, tanpa harus terganggu menjadi Spiderman. Ketika Ia ingin bisa bekerja dengan baik mencari uang, tanpa harus terganggu menjadi Spiderman. Dan yang terutama, ketika ia ingin bisa menjalin hubungan dengan wanita yang dicintainya. Saat Ia ingin bersama Mary Jane.
Ternyata banyak di antara kita tidak bisa tetap menjadi Spiderman. Menaklukkan persoalan di sekelilingnya dan tetap menjadi Spiderman. Akhirnya ada yang memilih menjadi Spiderman bagi istri dan anak-anaknya saja. Namun ada juga yang sok pura-pura menjadi Spiderman namun sibuk dengan urusan pribadi.
Sejatinya menjadi Spiderman adalah tanggung jawab. Tanggung jawab untuk anfauhum linnas (lebih bermanfaat bagi sesama). Bukan mengaku Spiderman tapi belum melakukan apapun selain untuk kemewahan pribadinya.***

Penulis, Fitron Nur Ikhsan
Masyarakat Pena Saija
Sumber: http://kabar-banten.com/news/detail/2430