Entah mengapa tiba-tiba hati saya tergerak memilih satu dari beberapa koleksi piringan DVD dengan judul Spiderman, lalu juga tergerak untuk memutarnya. Film yang berkisah tentang seorang Super Hero yang menghadapi dilema antara tugas kemanusiaan, kata hati dan resiko kehidupan itu menemani akhir pekanku.
Film ini berkisah tentang dilema kata hati yang diwarnai dengan prinsip yang diajarkan pamannya (Ben)- with great power comes great responsibility- dalam kekuatan yang besar terkandung tanggung jawab yang besar - Peter Parker menjalankan tugasnya sebagai Spiderman.
Tapi ternyata menjadi Spiderman adalah beban yang berat dan melelahkan buat Peter. Waktunya habis untuk menyelamatkan orang. Hidupnya sendiri berantakan. Ia dipecat dari pekerjaannya. Keluarganya terbengkalai. Dan puncaknya adalah ketika ia mengecewakan wanita yang sangat dicintainya. Peter merasa sangat bingung, sedih. Ia terombang-ambing antara terus menjalani hidup sebagai Spiderman atau meninggalkannya.
Ia tidak bisa membiarkan kejahatan terjadi di depan matanya.
Ia seperti menyesal menjadi Spiderman. Kekuatan besar yang dikaruniakan kepadanya justru membuat hidupnya drastis berubah. Mengapa aku yang harus menjadi Spiderman? Mengapa aku yang harus menanggung beban ini? Mengapa aku tidak bisa menjalani kehidupan yang biasa saja? Mengapa aku tidak bisa menjalani kehidupan yang kuinginkan? Mengejar keinginanku, cita-citaku, mimpiku, cintaku? Mengapa aku yang harus menjadi Spiderman?
Dalam pergulatan batin itu, akhirnya Peter memutuskan: Aku ingin berhenti dan tidak lagi menjadi Spiderman. Peter membuang kostum Spiderman-nya. Memilih acuh pada sekitarnya.
Pertarungan antara rasa tanggung jawab dan kelelahan berkecamuk dalam hatinya. Spiderman juga harus belajar dari pengalaman pahit saat dikecewakan managernya. Ketika itu ia mengikuti sebuah pertarungan berhadiah 3.000 dolar bila bisa bertahan di ring menghadapi jawara selama 3 menit. Namun ia hanya dibayar 100 dolar karena kata si manager Peter sudah mengalahkan sang jawara dalam 2 menit bukan 3 menit seperti yang diiklankan. Saat Peter menuntut haknya justru manager tidak peduli.
Apa yang terjadi? Si manager setelah itu malah dirampok oleh orang berpistol. Peter membiarkan perampok turun dengan lift dan bersikap acuh ke si manager yang telah mengabaikan haknya tadi. Ternyata ..... ! si perampok menembak Paman Ben dan merampas mobilnya. Beruntung Peter masih sempat melihat pamannya itu terbaring di trotoar dan beberapa kali Paman Ben hanya bisa menyebutkan nama Peter sambil menggenggam tangan sang buah hati tercinta.
Jika saja Spiderman menolong managernya, mungkin saja pamannya tidak tertembak. Sejak saat itu jiwa kepahlawanannya kembali muncul. Ia menyadari rasa acuhnya pada sekitar ternyata berpengaruh pada dirinya.
Sama seperti Spiderman, kita adalah orang-orang yang mendapatkan karunia. Tetapi semua karunia itu sebenarnya harus dilihat sebagai sesuatu yang juga mengandung tanggung jawab yang besar di dalamnya, tidak boleh sekedar sebagai sesuatu untuk menyenangkan diri sendiri. Ketika kita dipilih Allah, menjadi "khalifah fil Ard" itu bukanlah sekedar sebuah keistimewaan. Namun disana ada tugas kepahlawanan yang harus terus diemban.
Di tengah-tengah orang-orang yang menjalani kehidupan sesukanya, kita harus membentuk diri kita menjadi pribadi yang berintegritas. Ketika orang-orang bisa melakukan apa yang mereka inginkan, kita harus belajar melakukan hal-hal yang tidak mudah, sangat sulit bahkan menyita hampir seluruh waktu kita. Ketika orang bisa dengan mudah memikirkan dirinya sendiri ia harus memikirkan kepentingan umum. Melakukan kegiatan sosial. Merasa terpanggil untuk menjadi bagian dalam perbaikan kehidupan kemanusiaan. Bedanya, Spiderman dielu-elukan sebagai sosok pahlawan, kehadirannya begitu ditunggu. Meskipun publik tak pernah tau bahwa Spiderman itu adalah Peter.
Namun kita juga mengalami kegundahan yang sama seperti Spiderman. Mengalami guncangan realitas yang begitu berat untuk dirasakan. Karena semakin besar kekuatan kita, diiringi tanggung jawab yang muncul yang tak kalah beratnya. Seperti nasihat paman Spiderman "with great power comes great responsibility", dalam kekuatan yang besar terkandung tanggung jawab yang besar pula.
Saat Spiderman memiliki kekuatan hebat, ia semakin lelah dan kehidupannya menjadi semakin berat. Kebutuhan pribadinya sangat terbengkalai. Hidupnya habis untuk orang lain. Sampai akhirnya, ia tidak tahan. Ia memilih acuh tak acuh dengan sekelilingnya. Untung saja bibinya terus menguatkan dirinya. "Pengorbanan memang diperlukan, aku rela". Peter Parker Kembali Menjadi Spiderman.
Namun kata hati kita sering kali kalah dengan realitas. Hati yang tegar terpaksa luluh dihempas bertubi-tubi masalah. Akhirnya ia tak sehebat Spiderman dalam melewati guncangan rasa tersebut. Tak seperti Spiderman yang mampu mengalahkan dominasi fikiran ketika ia ingin melakukan apa yang ia inginkan. Ketika Ia ingin bisa menjalani hidupnya dengan baik, tanpa harus terganggu menjadi Spiderman. Ketika Ia ingin bisa bekerja dengan baik mencari uang, tanpa harus terganggu menjadi Spiderman. Dan yang terutama, ketika ia ingin bisa menjalin hubungan dengan wanita yang dicintainya. Saat Ia ingin bersama Mary Jane.
Ternyata banyak di antara kita tidak bisa tetap menjadi Spiderman. Menaklukkan persoalan di sekelilingnya dan tetap menjadi Spiderman. Akhirnya ada yang memilih menjadi Spiderman bagi istri dan anak-anaknya saja. Namun ada juga yang sok pura-pura menjadi Spiderman namun sibuk dengan urusan pribadi.
Sejatinya menjadi Spiderman adalah tanggung jawab. Tanggung jawab untuk anfauhum linnas (lebih bermanfaat bagi sesama). Bukan mengaku Spiderman tapi belum melakukan apapun selain untuk kemewahan pribadinya.***
Penulis, Fitron Nur Ikhsan
Masyarakat Pena Saija
Sumber: http://kabar-banten.com/news/detail/2430
Tidak ada komentar:
Posting Komentar