Gunadarma

Uug

Selasa, 03 Januari 2017

Hanya di Denmark: Konglomerat Bertekuk Lutut di Depan Petani! Bag 2



Koperasi: Ratusan Tahun Mendominasi Ekonomi




Tabel-1. Beberapa jenis koperasi yang menguasai produk susu, daging, supply pertanian dan yang berhubungan dengan pertanian (Sumber: Danish Agriculture & Food Council, 2014)

Koperasi di Denmark, sebenarnya adalah semangat “gotong royong” seperti di kita. Koperasi muncul karena kebutuhan untuk saling bantu, gotong royong dalam mengelola ladang yang luas. 

Pada tahun 1300-an, pandemic yang disebut “black death” menyebabkan kematian ratusan juta jiwa, lebih dari 60% populasi Eropa punah karena pandemic yang disebabkan oleh sejenis bakteri. Setelah dianalisa DNA korban, pada tahun 2010, diketahui penyebab pandemic adalah bakteri jenis “Yersinia pestis”.

Denmark tak terkecuali, kematian penduduk yang lebih separuh menyebabkan ladang ladang kosong. Pemerintah kemudian mengeluarkan aturan bahwa tanah tanah yang kosong, tak boleh dimiliki swasta. Ladang ladang tersebut dibagi bagikan ke petani sesuai dengan jumlah anggota keluarga.

Petani seperti dapat durian runtuh, tiba tiba punya ladang yang sangat luas. Dari sinilah muncul ide “koperasi.” Koperasi kemudian berkembang ke berbagai unit usaha yang mendominasi ekonomi Denmark sampai ratusan tahun. 

Diantara koperasi yang omset penjualannya besar tahun 2013 adalah (lihat Tabel di atas): 

1. Arla Food (dairy), penjualan pertahun sebesar DKK 73,6 Milyar (Rp 147,2 Triliun) 

2. Danish Crown (daging), penjualan pertahun DKK 58,03 (Rp 116 Triliun) 

3. DLG (farm supply), penjualan pertahun DKK 59,1 (Rp 118 Triliun) 

4. Kopenhagen Fur Center, penjualan pertahun DKK 13,3 (Rp 26,6 Triliun) 

Produksi Pertanian 3 Kali Dari Kebutuhan 
Banyak negara, termasuk Indonesia belum swasembada pangan (kejadiannya: tak pernah, pernah swasembada, kemudian tidak swasembada lagi), tapi Denmark menghasilkan pangan 3 kali lipat dari kebutuhan penduduknya. Artinya produksi pangan Denmark melimpah ruah. 30% untuk konsumsi sendiri, sisanya (70%) diekspor ke 100 negara di berbagai penjuru dunia. Ada juga disumbangkan sebagai bantuan luar negeri Denmark (DANIDA) ke negara negara Afrika atau negara yang kekurangan pangan.



Grafik. Persantase produk pertanian yang diekspor dibandingkan dengan total produksi (sumber: Danish Agriculture & Food Council, 2012) Dari Grafik di atas, terlihat bahwa 90% keju diekspor, hanya 10% saja dikonsumsi sendiri. Sebaliknya, 28% grain (biji bijian) diekspor, kebanyakannya (72%) dikonsumsi sendiri. Tapi, lebih banyak produk untuk ekspor dari pada dikonsumsi sendiri. Akhirnya, banyak hal yang bisa dipelajari dari Denmark, mulai dari pemberdayaan petani (sehingga lebih kuat dari konglomerat) sampai ke usaha pengadaan pangan yang melimpah ruah!

Sumber : http://www.kompasiana.com/terlambang/hanya-di-denmark-konglomerat-bertekuk-lutut-di-depan-petani_5694643c02b0bd840503e01f

Tidak ada komentar:

Posting Komentar