Media Indonesia (21 Feb 2013, Hal 01)
Papua Nugini menyatakan gerah dan memprotes aktivitas militer Indonesia di perbatasan yang diklaim membahayakan keamanan nasional mereka. Dalam menanggapi itu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyatakan tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan soal perbatasan kedua negara.
Perdana Menteri Papua Nugini (PNG) Peter O'Neill menyatakan pihaknya telah menemukan bukti pelanggaran yang dilakukan TNI di wilayahnya, di antaranya adanya pembangunan pos-pos dan dermaga militer serta sebuah mercusuar TNI di Muara Sungai Torassi yang masuk wilayah PNG.
Karena itu, O'Neill telah memerintahkan Menteri Luar Negeri Rimbink Pato untuk segera melayangkan protes terhadap Indonesia. Terkait dengan itu pula. PNG telah meminta bantuan Australia untuk mengembangkan fasilitas pertahanan mereka di perbatasan. ''Kegagalan di pihak kami ialah tidak mengembangkan daerah perbatasan dalam sebuah pendekatan holistik," ujar Menteri Penahanan PNG Fabian Pok. Menurut siaran Radio Internasional Selandia Baru (RNZI), kemarin, Pok sudah berbicara dengan pejabat Australia dan mendapat indikasi akan mendapat bantuan.
Sebelumnya, demi melindungi kepentingan teritorialnya, pemerintah PNG akan memperkuat armada pertahanan mereka di kawasan yang berbatasan dengan Indonesia. Rencana itu akan meningkatkan jumlah pasukan hingga 10 ribu personel, disertai armada dan perlengkapan pendukung pertahanan.
94 pos penjagaan
Saat menanggapi ulah PNG itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul menyatakan tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Bahkan, TNI juga tidak mempermasalahkan rencana PNG menambah pasukan mereka di perbatasan. "Selama ini kita baik. Soal ada penambahan pasukan PNG atau bantuan asing, itu kewenangan mereka," katanya.
Menurut Iskandar, TNI memiliki 94 pos penjagaan diperbatasan yang terbentang dari wilayah pegunungan Bintang, Bovan Digul, Jayapura, Arso, dan Kabupaten Kerom. "Soal detailnya, kami tidak bisa beberkan. Pokoknya ada beberapa batalion di 94 pos penjagaan," paparnya.
Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Jansen Simanjuntak menjelaskan ada ratusan patok batas negara RI-PNG yang diakui oleh kedua negara. Menurutnya, hingga saat ini tidak ada masalah, apalagi soal sengketa batas negara.
Menurut Jansen, semua aktivitas masyarakat di wilayah perbatasan RI-PNG di bawah pengawasan masing-masing. Dia mengakui terkadang memang ada tindakan pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah perbatasan RI-PNG. Namun, lanjutnya, sejauh ini semua itu dalam batas wajar. "Di perbatasan, khususnya daerah Kota Jayapura di Skow Wutung, ada pasar perbatasan yang setiap harinya terjadi transaksi jual beli di antara warga kedua negara," tuturnya.
Ketika mengomentari persoalan perbatasan itu, pengamat internasional dari Unpar Bandung, Andreas Hugo Pareira, mengatakan Indonesia harus serius menyikapinya. (Post Courier/The National/SW/MC/ Kid/Iwa/X-5) Dika Dania Kardi, dika@mediaindonesia.com.
Sumber: Koran Media Indonesia (21 Feb 2013, Hal 01)
Tanggapan:
Sengketa anatara perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini memang sangat mungkin terjadi mengingat perbatasan tersebut hanya memiliki tanda batas yang rancu dan pintu perbatasan yang seadanya. Konflik akibat dampak dari sengketa perbatasan tersebut dapat mengakibatkan pecah belah masyarakat disana, belum lagi apabila ada provokator yang ingin memecah belah, mengingat adanya kesenjangan masyarakat Papua dengan masyarakat lain di Indonesia. Maka dari itu pemerintah Indonesia dan Papua Nugini harus saling berkoordinasi agar tidak timbul kesalahpahaman, serta apabila terjadi konflik perbatasan harus di selesaikan secara baik tanpa mengorbankan rakyat sipil di kedua negara. Serta semua kalangan harus segera memantau di titik perbatasan RI dan Papua Nugini guna kontrol bersama agar tidak terjadi penyelesaian masalah, terutama penekanan pada profesionalisme aparat militer dalam penyelesaian kasus sengketa perbatasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar